Langsung ke konten utama

Gerakan Masisir Renaisans (GMR); Sebuah Strategi Menuju Integrasi Keulamaan-Kesarjanaan di Era Kontemporer


Gerakan Masisir Renaisans (GMR); Sebuah Strategi Menuju Integrasi  Keulamaan-Kesarjanaan di Era Kontemporer

Oleh Muhammad Ghifari

Mahasiswa Indonesia di Mesir (selanjutnya Masisir) mempunyai banyak sekali transmisi (al-Sanad) keilmuan Islam (Asânîd fi dirâsât al-Islâmiyyah) baik  dari ilmu Al-Qur’an, akidah, syariah, dan muamalah. Semua ini merupakan  orisinalitas primer dalam pemahaman agama Islam itu sendiri. Aspek inilah yang  saya suka menamainya dengan identitas nilai “Keulamaan”. Namun di era  kontemporer ini, tidaklah cukup Masisir hanya mengadalkan aspek itu saja. Di  sinilah hemat saya bahwa Masisir perlu mengintegrasikan dengan aspek nilai  kesarjanaan (scholar).

Salah satu nilai aspek penting kesarjanaa ialah publikasi karya ilmiah.  Berdasarkan keputusan revisi baru Peraturan Mentri Riset, Teknologi, dan  Pendidikan Tinggi Nomor 3 Tahun 2020 tentang standar Nasional Pendidikan  Tinggi. Peraturan ini secara jelas menyebutkan akan “wajibnya” untuk

mempublikasinkan karya ilmiah untuk jenjang S1, S2 menyusun dalam bentuk  jurnal lalu diterbitkan secara nasional dan internasional, dan S3 sendiri harus  diterbitkan di jurnal nasional terakreditasi SINTA 3. Kemendikbukristek sendiri juga menegaskan bahwa upaya ini penting untuk mengembangkan ilmu  pengetahuan dan teknologi juga daya saing bangsa.

Namun persoalanya ialah mungkinkah Masisir dapat mengikuti tren  pendidikan tinggi nasional seperti itu? Realitanya dengan kuliah di Mesir justru tidak terlalu menitiktekankan akan karya ilmiah apalagi publikasi? Apa mungkin  tujuan nasional pendidikan di Indonesia ini dapat diperankan juga oleh Masisir? Bagaimana langkah-langkah strategis yang semestinya diterapkan?


Oleh karena itu, hemat saya perlunya Masisir menjawab realitas ini dengan  sebuah gerakan baru. Gerakan baru ini ialah upaya untuk mencari posisi strategis  Masisir agar dapat ikut memberikan kontruktif untuk kemajuan daya saing  Indonesia di bangsa-bangsa lain. Gerakan ini saya namai dengan Gerakan Masisir  Renainsans atau GMR. Istilah Renaisans sendiri memang merupakan istilah yang  digunakan untuk menunjukan transformasi zaman kegelapan di Eropa menuju  pencerahan. Dengan demikian nisbat istilah ini dengan kata Masisir sendiri ialah  nilai inspiratif pencerahaan agar Masisir dapat kembali memberikan kontribusi  akademik kesarjanaan sekaligus konstruktif untuk Indonesia.

Membangun Paradigma Nilai Baru

Dalam rangka mewujudkan pencerahan baru, maka hemat saya ada 2 nilai  yang diharapkan mampu menjadi bingkai atau spektrum pijakan Masisir menuju  produktivitas integrasi aspek keulamaan-kesarjanaan dalam membangun daya  saing bangsa.

Pertama: Memahami konsep “Islamic Worldview”. Pemahaman terhadap  konsep ini sangatlah perlu untuk diperhatikan secara serius agar para Masisir tidak  melihat Islam sekedar aspek ritual ibadah seperti sholat, zakat, dan infak saja,  melainkan perspektifnya harus luas bahwa Islam juga merupakan way of life yang  meliputi aktivitas keilmuan, sosial, ekonomi, bahkan peradaban. 

Namun apa yang dimaksud dengan Islamic Wordview itu? Singkatnya  sebagaimana menurut Prof. Syed Naquib Muhammad Al-Attas ialah “cara pandang  mengenai visi dan realitas kebenaran yang nampak di mata hati kita dan  menjelaskan segala hakikat wujud”. Di dalam konsep ini kita dituntut untuk  memahami arti tuhan, agama, wahyu dan kenabian, ilmu, kebahagiaan dan lain

lain. Di mana semua itu menunjukan bahwa Islam memiliki cara pandang tersendiri  dalam melihat realitas. Oleh karena itu, di sini Masisir mesti sadar secara mata  bahwa Islam itu sebagai agama dan peradaban. Dengan demikian maka Masisir tidak hanya sekedar kontribusi dalam agama saja, melainkan juga peradaban ilmu  karena merupakan tanggung jawab sarjana agama Islam.

Kedua: Integrasi Agama & Sains. Seluruh Masisir mesti memperhatikan  aspek integrasi antara ilmu pengetahuan atau sains dengan ajaran Islam. Integrasi ini menuntut kita merealisasikan konsep “Islamic Worldview” secara lebih real dan  aplikatif. Di mana konsep-konsep dalam Islam mesti direalisasikan melewati cara  kita belajar atau mengamalkan ilmu pengetahuan. Dalam konteks mahasiswa, ini  menuntut untuk semacam membuat martikulasi atau mencari relevansi agar studi  sains dapat berhubungan atau berjalan sesuai dengan ajaran Islam. Meskipun  memang tidak dapat dihindari bahwa integrasi ini terdapat perbedaan yang  fundamental di antara para sarjana muslim. Ada yang perlu melangkah lebih  progresif menjadi Islamisasi Pengetahuan.4 Di sisi lain ada yang hanya sekedar  integrasi sebagai tanggung jawab sains atas nama agama. Terlepas perbedaan  tersebut, tetapi subtansinya sama yaitu ada hubungan erat antara sains dan Islam.  Oleh karena itu, Masisir mesti menghadirkan nilai-nilai ruhani dalam aktivitas  sainstifik sebagai kesatuan hubungan yang subtansial.

Langkah-langkah Strategis

Setelah memiliki kedua nilai paradigma baru, maka hemat saya masisir  mesti merealisasi kedua paradigma nilai ini dengan tiga langkah utama, yaitu: 1. Kerja Sama antara DP Keilmuan PPMI Mesir & Aditbuk KBRI Kairo. Kerja  sama ini untuk menghidupkan kembali jurnal Himmah PPMI Mesir terlebih  dahulu. Setelah itu ialah pealtihan mebuat workshop selama satu minggu  dan bimbingan penulisan selama 2 bulan.

2. Kerja Sama Aditbuk KBRI Kairo, PPMI Mesir, dan Lembaga kajian  Masisir. Kerja sama ini dalam rangka mendigitalisasi produk hasil lembaga  kajian Masisir agar mudah diakses oleh akademisi di Indonesia bahkan  masyarakat internasional.

3. Kolaborasi PPMI Mesir dan BEM Kampus di Indonesia. Diutamakan BEM  dari jrusan ilmu-ilmu umum agar studi Islam dapat terintegrasi-interoneksi  dengan studi lain sehingga cocok dengan era kontemporer yang menuntut  multikultural perspektif.

Kesimpulan

Sejatinya gerakan baru ini ialah upaya kontributif Masisir dalam integrasi  keulamaan dan kesarjanaan guna mengikuti tren konstruktif pendidikan nasional di  Indonesia. Lebih dari itu, upaya tersebut akan mendorong masisir untuk dapat ikut  berlomba dalam membangun peradaban keilmuan di tanah air bersama alumni  negri, Eropa, Australia, maupun Amerika. Dalam konteks inilah, GMR itu sendiri 


dapat merepresentasikan semangat Al-Qur’an untuk dapat berlomba dalam  kebaikan. Allah Swt befirman: “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri)  yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat)  kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu  sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu  (Q.S Al-Baqarah: 128).



Daftar Pustaka

Al-Qur’ân Al-Karîm

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (1995). Prolegomena to The Metaphysics of  Islam An Exposition of The Fundamental Elements of The Worldview of  Islam, Kuala Lumpur: ISTAC.

Al-Faruqi, Ismail Raji. (1992). Al-Tawhid Its Implications for Life and Thought,  Virginia: IIIT.

‘Imārah, Muhammad. (2009). Ma’ā’lim al-Manhaj al-Islāmy, Cairo: Darl al Syurūq.

Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir. (2014). Modul Ormaba 2014. Cairo: DP Keilmuan PPMI Mesir

Website:

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/163703/permendikbud-no-3-tahun-2020 (diakses 04/07/2020).

https://belmawa.ristekdikti.go.id/2019/06/11/edaran-publikasi-karya-ilmiah program-sarjana-program-magister-dan-program-doktor/ (diakses 04/07/23).


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Makna Sifat Wahdaniyah?

Sifat wahdaniyah merupakan salah satu sifat Salbiyah dari sifat-sifat wajib Allah. Sifat salbiyyah yaitu: هي الصفات التي تنفي عن الله ما لا يليق بذاته تعالى "Sifat-sifat yang menafikan dari Allah segala sifat yang tidak layak pada Dzat-Nya" Maka sifat wahdaniyah adalah sifat yang menafikan at-ta'ddud (berbilang-bilang), baik itu berbilang dalam dzat (at-ta'addud fî ad-dzât), berbilang dalam sifat (at-ta'addud fî ash-shifât) dan berbilang pada perbuatan (at-ta'addud fî al-af'âl). Adapun rinciannya sebagai berikut: 1.        Keesaan Dzat (Wahdah ad-Dzât) , ada dua macam: a.        Nafyu al-Kamm al-Muttashil (menafikan ketersusunan internal) Artinya, bahwa dzat Allah tidak tersusun dari partikel apapun, baik itu jauhar mutahayyiz, 'ardh ataupun jism. Dalil rasional: "Jikalau suatu dzat tersusun dari bagian-bagian, artinya dzat itu membutuhkan kepada dzat yang membentuknya. Sedangkan Allah mustahil membutuhkan pada suatu apapun. Ma

10 Prinsip Dasar Ilmu Mantiq

 كل فن عشرة # الحد والموضوع ثم الثمرة ونسبة وفضله والواضع # والاسم الاستمداد حكم الشارع مسائل والبعض بالبعض اكتفى # ومن درى الجميع حاز الشرفا      Dalam memahami suatu permasalahan, terkadang kita mengalami kekeliruan/salah paham, karena pada tabiatnya akal manusia sangat terbatas dalam berpikir bahkan lemah dalam memahami esensi suatu permasalahan. Karena pola pikir manusia selamanya tidak berada pada jalur kebenaran. Oleh karena itu, manusia membutuhkan seperangkat alat yang bisa menjaga pola pikirnya dari kekeliruan dan kesalahpahaman, serta membantunya dalam mengoperasikan daya pikirnya sebaik mungkin. Alat tersebut dinamakan dengan ilmu Mantiq. Pada kesempatan ini, kami akan mencoba mengulas Mabadi ‘Asyaroh - 10 prinsip dasar -  ilmu Mantiq. A.  Takrif: Definisi Ilmu Mantiq      Ditinjau dari aspek pembahasannya, ilmu Mantiq adalah ilmu yang membahas tentang maklumat – pengetahuan - yang bersifat tashowwuri (deskriptif) dan pengetahuan yang besifat tashdiqi (definit

10 Prinsip Dasar Ilmu Tauhid

A. Al-Hadd: Definisi Ilmu Tauhid Ilmu Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang bisa meneguhkan dan menguatkan keyakinan dalam beragama seorang hamba. Juga bisa dikatakan, ilmu Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang membahas jalan dan metode yang bisa mengantarkan kita kepada keyakinan tersebut, melalui hujjah (argumentasi) untuk mempertahankannya. Dan juga ilmu tentang cara menjawab keraguan-keraguan yang digencarkan oleh musuh-musuh Islam dengan tujuan menghancurkan agama Islam itu sendiri. B. Maudhu’: Objek Pembahasan Ilmu Tauhid Ada beberapa pembahasan yang dijelaskan dalam ilmu ini, mulai dari pembahasan `maujud` (entitas, sesuatu yang ada), `ma’dum` (sesuatu yang tidak ada), sampai pembahasan tentang sesuatu yang bisa menguatkan keyakinan seorang muslim, melalui metode nadzori (rasionalitas) dan metode ilmi (mengetahui esensi ilmu tauhid), serta metode bagaimana caranya kita supaya mampu memberikan argumentasi untuk mempertahankan keyakinan tersebut. Ketika membahas ent

10 Prinsip Dasar Ulumul Quran

A. Ta’rif/Definisi Ulumul Quran      Ulumul Quran merupakan kumpulan masalah dan pembahasan yang berkaitan dengan Alquran.  B. Maudhu’/Objek pembahasan Ulumul Quran        Ulumul Quran adalah satu disiplin ilmu yang fokus membahas masalah-masalah Alquran. Mulai dari pembahasan Nuzulul Quran, penugmpulan ayat-ayat Alquran, urutan ayat, bayanul wujuh (penjelasan tentang peristiwa yang mengiringi turunnya suatu ayat Alquran), Asbabun Nuzul, penjelasan sesuatu yan asing dalam Alquran, dan Daf’us syubuhat (menjawab keraguan yang mempengaruhi  keeksistensian Alquran), Dsb. C.  Tsamroh/Manfaat mempelajari Ulumul Quran Dalam kitab Ta’limul Muta’allim syekh Az-zarnuji mengungkapkan; bahwa setiap usaha pasti membuahkan hasil tersendiri. Adapun hasil dari mempelajari Ulumul Quran adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peristiwa yang mempengaruhi Al quran dari masa baginda nabi Muhammad SAW. hingga sekarang.  2. Megetahui keraguan-keraguan yang datang dari beberapa arah, ser

10 Prisnsip Dasar Ilmu Nahwu

A.      Takrif: Definisi ilmu Nahwu Dalam pembahasan ini, definisi ilmu Nahwu bisa diketahui dari dua hal: 1.       Secara Etimologi (Bahasa). Lafaz An-nahwu setidaknya memiliki 14 padanan kata. Tapi hanya ada 6 makna yang masyhur di kalangan para pelajar; yakni Al-qoshdu (niat), Al-mitslu (contoh), Al-jihatu (arah tujuan perjalanan), Al-miqdaru (nilai suatu timbangan), Al-qismu (pembagian suatu jumlah bilangan), Al-ba’dhu (sebagaian dari jumlah keseluruhan). النحو Terjemahan Padanan kata Niat النية Contoh المثل Arah الجهة Nilai, Kadar المقدار Bagian القسم Sebagian البعض 2.       Secara Terminologi (istilah). Dalam hal ini Ilmu Nahwu memiliki 3 pengertian:  a) Ilmu Nahwu adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui kondisi yang terletak di akhir suatu kalimat, baik kalimat itu berstatus mu’rob maupun mabni, dan ini adalah