A.
Al-Hadd: Definisi Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid adalah ilmu
pengetahuan yang bisa meneguhkan dan menguatkan keyakinan dalam beragama
seorang hamba. Juga bisa dikatakan, ilmu Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang
membahas jalan dan metode yang bisa mengantarkan kita kepada keyakinan
tersebut, melalui hujjah (argumentasi) untuk mempertahankannya. Dan juga ilmu
tentang cara menjawab keraguan-keraguan yang digencarkan oleh musuh-musuh Islam
dengan tujuan menghancurkan agama Islam itu sendiri.
B.
Maudhu’: Objek Pembahasan Ilmu Tauhid
Ada beberapa pembahasan
yang dijelaskan dalam ilmu ini, mulai dari pembahasan `maujud` (entitas,
sesuatu yang ada), `ma’dum` (sesuatu yang tidak ada), sampai pembahasan tentang
sesuatu yang bisa menguatkan keyakinan seorang muslim, melalui metode nadzori
(rasionalitas) dan metode ilmi (mengetahui esensi ilmu tauhid), serta metode
bagaimana caranya kita supaya mampu memberikan argumentasi untuk mempertahankan
keyakinan tersebut.
Ketika membahas
entitas, kita bisa menegetahui sifat-sifat Allah beserta pembagiannya, sifat
para utusan Allah, proses terciptanya alam semesta, dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam pembahasan ma’dum, kita bisa meruntutkan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam kedua - yakni kehidupan di akhirat nanti -, mulai dari
kematian, bangkit dari alam kubur, dikumpulkan di padang mahsyar, dan
seterusnya menuju tempat peristirahatan manusia terakhir di mana mereka akan
masuk ke dalam surga atau neraka. Yang terakhir adalah pembahasan sesuatu yang
mampu menguatkan keimanan seseorang, seperti mukjizat para nabi, karomah para
kekasih Allah, Dll.
Intinya, ilmu Tauhid
ini terbagi menjadi tiga bagian. Pertama Uluhiyyat, yakni ilmu yang membahas
tentang ketuhanan, beserta sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi-Nya. Kedua
Nubuwwat, yaitu ilmu yan membahas tentang nabi dan rasul, beserta sifat wajib,
mustahil dan jaiz bagi mereka. Dan yang ketiga Sam’iyyat, yakni ilmu yang
membahas
tentang segala sesuatu
yang kita dapatkan dengan lewat mendengar, dan mutawatir – tersambung sanadnya
dan telah dipertanggungjawabkan kredibilitasnya – sampai Rasulullah Saw. Ilmu
ini membahas segala sesuatu yang gaib, mulai dari kiamat, alam kubur, hari
kebangkitan setelah kiamat nanti di akhirat, syafaat Nabi, timbangan amal,
surge dan neraka.
C.
Tsamroh: Manfaat Mempelajari Ilmu Tauhid
Dalam mempelajari ilmu
ini ada beberapa manfaat yang bisa kita ambil, diantaranya:
1. Mampu menaikkan
derajat seorang pelajar Tauhid dari status ‘taklid’ (mengetahui sesuatu tanpa
dalil) ke status ‘yakin’ (mengetahui sesuatu beserta dalilnya).
2. Mampu menunjukkan
seseorang kepada akidah yang benar, serta menjelaskan dalilnya. Dan manfaat
yang tidak kalah penting adalah mengetahui siapa saja musuh-musuh Islam dan
bagaimana cara mengalahkan syubhat mereka dengan argumentasi-argumentasi kuat
yang telah kita pelajari di dalam Tauhid.
3. Memelihara
kaidah-kaidah agama Islam dan menyelamatkannya dari keraguan yang dilontarkan
oleh golongan `Mubthilin`; yakni kelompok yang berusaha meruntuhkan akidah umat
islam.
4. Membangun kaidah-kaidah
ilmu syariat Islam. Karena tanpa ilmu maka cabang-cabang ilmu lainnya - seperti
ilmu Tafsir, Hadis, Fikih, dsb – tidak akan muncul. Dengan kata lain, ilmu
Tauhid ini menjadi pondasi untuk ilmu-ilmu lainnya.
5. Menumbuhkan rasa
ikhlas dalam beramal. Perasaan ini muncul karena seorang muslim sudah mempunyai
koneksi kuat (makrifat) dengan Tuhannya, dan dia memilki rasa takut untuk
melanggar larangan-larangan-Nya.
6. Meraih kebahagiaan
di dunia dan akhirat. Ini adalah tujuan yang paling utama untuk digapai oleh
kita. Fastabiqu al-Khoirot.
D.
Nisbat: Relasi Ilmu Tauhid Dengan Ilmu Lainnya
Dalam pembahasan ini,
ilmu Tauhid memilki ikatan dan hubungan yang kuat dengan ilmu syariat lainnya,
seperti Tafsir, Hadis, Fikih, dan disiplin ilmu lainnya. Karena seperti
dikatakan sebeumnya,
bahwa ilmu Tauhid adalah pondasi dan fundamental yang menjadi acuan dalam
memuncukan imu-ilmu lainnya.
E.
Keutamaan Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid merupakan
ilmu yang paling mulia dan ilmu yang paling tinggi derajatnya diantara disiplin-disiplin
ilmu lainnya. Di antara keutamaan ilmu Tauhid adalah sebagai berikut:
1. Ilmu Tauhid adalah
ilmu yang menduduki urutan petama yang wajib dipelajari oleh setiap muslim,
kemudian diikuti oleh ilmu Fikih yang bertengger di urutan kedua.
2. Ilmu Tauhid menjadi
syarat sah ibadah-ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim.
3. Ilmu Tauhid menjadi
perantara diterimanya ketaatan seorang hamba terhadap Allah Swt.
4. Ilmu Tauhid
merupakan dasar dakwah para nabi dan utusan Allah Swt.
5. Ilmu Tauhid
mengandung sesuatu yang menjelaskan tujuan dan alasan penciptaan alam semesta
ini, yang dikenal dengan Ontologi.
F.
Wadhi’: Pencetus Ilmu Tauhid, Sejarah Penemuan Ilmu Tauhid
Dalam sejarah ilmu
Tauhid, ilmu ini sudah ada sejak zaman baginda Nabi Muhammad Saw. serta masa
pemerintahan Sayyidina Abu Bakar Al-Shiddiq dan masa Sayyidina Umar bin Khattab
Ra. Dalam 3 masa tersebut, masalah akidah umat islam hanya terbatas dan bersumber
dari Alquran, dan pada masa itu pula para sahabat hanya mengandalkan ayat
Alquran yang berisikan tentang wajibnya mengetahui sifat-sifat Allah. Kemudian
berlanjut ke masa pemerintahan Sayyidina Usman bin ‘Affan dan Sayyidina Ali bin
Abi Thalib. Pada 2 zaman ini mulai bermunculan ikhtilat (percampuran) dalam
masalah akidah, mulai dari masalah khalifah (sistem pemerintahan islam), siapa
yang berhak menjabat sebagai khalifah, sampai pada pembahasan ‘melebih-lebihkan
untuk mencintai sayyidina Ali’, yang kita kenal sekaran dengan istilah golongan
Syi’ah. Selanjutnya adalah masa dinasti Umawiyyah. Pada masa ini umat islam
terpecah menjadi 3 kelompok, yakni kelompok Syi’ah (pengikut sayyidina Ali
Ra.), Khawarij (kelompok yang keluar dari barisan Sayyidina
Ali Ra.), dan
Mu’tadilin, yakni oran-orang yang tetap pada ajaran murni yang dibawa oleh
Rasulullah Saw. dan Khulafa Al-Rasyidin, yang dikenal dengan istilah ‘Ahlu
Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah’. Kesimpulan pembahasan ini adalah bahwasanya ilmu
Tauhid sudah ada sejak zaman baginda nabi Muhammad Saw. kemudian diajarkan dan
ditanamkan di dalam hati para sahabat dan ulama salaf, hingga kekal sampai
zaman sekarang.
Namun, ketika merujuk
pada sejarah kembali, kita akan menemukan salah satu pencetus ilmu Tauhid,
Yakni Wasil bin ‘Atha. Dia adalah salah satu pelopor ilmu Tauhid, meskipun
ajaran Tauhid yang ia bawa itu sedikit menyimpang dari akidah Ahlu Al-Sunnah Wa
Al-Jama’ah. Wasil adalah pendiri kaum Muktazilah. Di sini dia beberapa kali
mencetuskan fatwa dalam ranah akidah yang berlawanan dengan akidah Ahlu
Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah. Di antaranya : orang yang melakukan dosa besar itu
ketika ia tidak bertobat maka ia kekal di dalam neraka. Namun menurut kita Ahlu
Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah, orang siapapun itu selama ia muslim maka ia masih
berpotensi untuk diampuni dosanya, meskipun dosa yang ia lakukan itu sangat
besar (kecuali dosa syirik kepada Allah).
Dari sini, banyak
sekali ulama dari golongan Ahlu Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah yan menentang pendapat
Wasil bin Atha’ Al-Mu’tazili. Muncullah Imam Abu Mansur Al-Maturidi dan Abu
Al-Hasan Al-Asy’ari pada akhir abad ke-3 H. Mereka berdua adalah ulama Ahlu
Al-Sunnah Wa Al-Jama’ah yang gencar menolak penpadat kaum Muktazilah melalui
karya-karya yang mereka berdua tulis.
Terakhir, bisa disimpulkan
bahwa penulisan dan pengarangan dalam ranah ilmu Tauhid pertama kali dilakukan
oleh Wasil bin ‘Atha, pendiri sekte Muktazilah pada awal abad ke-2 H.
G.
Penamaan Ilmu Tauhid
Ada sebagian ulama yang
berpendapat bahwa penamaan ilmu Tauhid terdiri dari 2 unsur penamaan:
1. Unsur mamduh
(terpuji). Ada beberapa nama yang dianggap layak untuk ilmu Tauhid, diantaranya
adalah Al-Iman, Al-Sunnah, Al-Tauhid, dan Ushuluddin.
2. Unsur madzmum
(tercela). Dalam hal ini ada beberapa nama yang dianggap kurang layak untuk
ilmu tauhid, diantaranya; Al-falsafah, Ilmu Kalam, Ilmu Al-Jadl, Dll.
H.
Istimdad: Dasar Hukum Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid merupakan
salah satu disiplin ilmu yang murni bersumber dari Alquran dan Hadis Nabi.
Karena pada dasarnya akal tidak mampu menjangkau dan memikirkan ranah kidah
atau keyakinan. Yang bisa dilakukan oleh akal hanyalah bergantung kepada
keyakinan tersebut, tanpa menambah atau mengurangi sedikitpun dari
kaidah-kaidah yang telah ditanamkan dalam keyakinan tersebut.
I.
Hukum mempelajari ilmu Tauhid
Ada 2 hukum yang
mendasari pemebelajaran dan pengajaran ilmu ini:
1. Hukum mempelajari
ilmu adakalanya Fardhu ‘Ain; yakni kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap
pelajar muslim, dan Fardhu Kifayah; yakni kewajiban yang dibebankan untuk
sebagian pelajar muslim saja. Adapun dalam konteks Farhdhu ‘Ain, seorang
pelajar hanya dituntut untuk mempelajari pembahasan-pembahasan yang bisa
membenarkan dan menguatkan akidahnya, dalam hal ini dia bisa menggunakan dalil
ijmal (dalil global). Yang kedua adalah Fardhu Kifayah, dalam konteks ini,
seorang pelajar tidak hanya wajib mendalami atau mempelajari pembahasan yang
bisa menguatkan akidahnya, dan menggunakan dalil ijmal, tapi dia juga dituntut
untuk mendalami sesuatu memperindah akidahnya, serta mampu memberikan dalil
yang berstandar tafshil (dalil yang terperinci).
2. Hukum mengajarkan
dan menyampaikan substansi pembahasan ilmu Tauhid adalah Fardhu Kifayah, dalam
artian kewajiban hanya dibebankan kepada sebagian umat islam saja, bukan
seluruhnya.
J.
Masalah-Masalah Yang Dibahas Dalam Ilmu Tauhid
Ada beberapa hal yang
dibahas dalam dalam ilmu ini, diantaranya adalah pembahasan sifat wajib
mustahil bagi Allah yang masin-masing berjumlah 20 sifat, pembahasan sifat
yang jaiz bagi Allah
yang berjumlah 1 sifat saja, sampai kepada pembahasan sifat wajib dan mustahil
bagi utusan Allah yang berjumlah 4 sifat, serta sifat jaiz bagi mereka yang
berjumlah 1 sifat saja. Namun pada intinnya, seperti yang telah dikatakan di
atas bahwa Tauhid itu hanya membahas 3 topik saja, yaitu Ketuhanan, Kenabian
& Kerasulan, serta Sam’iyyat.
Ditulis oleh : Tim
Penulis Divisi Keilmuan Sema-FU
Sumber : Al-Qaul
Al-Sadid Fi Ilmi Al-Tauhid, Al-Bidayah Fi Al-Ulumi Al-Syar’iyyah
Comments