Langsung ke konten utama

Chaos di Lumbung Sendiri


Chaos di Lumbung Sendiri

Oleh: Nurlaili sufiana

Pendahuluan

Menyoal kesiapan belajar di Universitas al-Azhar. Lumbung,  identik dengan bangunan yang memiliki lantai, tiang dan atap. Saya  menganalogikannya sebagai tangga keilmuan. Ilmu, ia bagaikan lumbung  tadi, jika berpondasi dengan penyangga yang tidak kuat, maka setinggi  apapun bangunan itu, ia akan roboh dengan sendirinya.

Begitupun tangga keilmuan, eloknya mengikuti step-step baku,  dimulai dengan ulum mubtadi, mutawassith dan muntahi. Terlebih ketika  menginjakkan kaki di al-Azhar, hal mendasar yg harus disadari adalah  bekal atau kesiapan untuk mendapatkan mutiara ditengah samudra ilmu  ini.

Al-Azhar ibarat samudra ilmu yang amat kaya dan melimpah. Siapa  saja yang sedang mengkaji ilmu-ilmu didalamnya, ia laksana sedang  berlayar untuk mendapatkan kekayaan alam yang dikandungnya. Tak  ayal, semua itu bergantung pada kesiapan si penyelam, apakah sudah

lengkap dengan alat-alat menyelam? Sudahkah lihai dalam menyelam?  Dan pertanyaan-pertanyaan primer lainnya.

Semakin rendah kualitas alat yang digunakan, hasil yang dicapai  pasti tidak sebagus dengan yang menggunakan alat yang berkualitas  tinggi. Analogi ini bisa membantu kita memahami mengapa ada banyak  simpulan berbeda yang dihasilkan dari orang-orang yang memilih Al-Azhar  sebagai lumbung keilmuannya.

Pembahasan

Sudah hampir 5 tahun saya menjadi anak-didik resmi lembaga  pendidikan Islam-Sunni termasyhur dunia: al-Azhar al-Syarif, tempat yang  super-terkenal dan ber-privilege ini. Menjadi mahasiswi Al-Azhar beberapa  tahun, membantu saya untuk dapat menggambarkannya.

Dimulai dengan suasana kuliah di al-Azhar yang cukup "klasik",  salah satunya disebabkan oleh desain interior maupun eksterior kampus  al-Azhar yang memang sengaja tidak dimodernkan. Selain itu, bentuk  "keklasikan" suasana belajar di al-Azhar adalah karena metode kuliahnya  yang masih menggunakan ceramah satu arah dan tanpa pembebanan  berupa tugas-tugas kuliah. 

Namun metode klasik ini bukan berarti bahwa al-Azhar adalah  lembaga terbelakang, melainkan ia adalah lembaga yang masih menjaga  kuat tradisi. Dan mesti diingat bahwa menjaga tradisi ini adalah hal yang  berbeda dengan keterbelakangan; keduanya tidak berhubungan sebab

akibat. Buktinya, banyak pembaru-pembaru Islam lahir dari lembaga ini;  yang paling penting untuk disebut di sini adalah Dukturah Aisyah  Abdurrahman atau dengan nama kondang Bintu Syathi’. Lembaga ini  juga sering menyelenggarakan konferensi-konferensi internasional  tentang ijtihad, pembaruan, dan isu-isu kontemporer urgen lain. Salah  satu bukti yang saya rasakan sendiri adalah, bahwa saya merasa sangat  maju dan "tercerahkan" dengan membaca tulisan-tulisan pembaruan Bintu  Syathi’; salah satu ulama perempuan kenamaan al-Azhar di bidang Tafsir  dan ulum al-Qur’an.

Ala kulli hal, berkuliah di al-Azhar membuat saya merasakan  kekayaan khazanah ilmu keislaman klasik sekaligus kontemporer.  Walaupun sistem pendidikannya memang boleh dibilang "b aja", tapi  karena keluasan ilmu dan kepakaran para ulamanya, al-Azhar menjadi  lembaga keislaman paling terpercaya dan otoritatif bagi mayoritas umat  Muslim dunia.

Kemudian, jika ditinjau dari sistem perkuliahan al-Azhar, ia memiliki  kurikulum yang berisi puluhan mata kuliah yang harus diselesaikan dalam  jangka waktu minimal 4 tahun. Materi ajar dalam tiap mata kuliah juga  hampir mirip dengan kampus-kampus lain. Cuma yang saya tahu,  perbedaannya terletak pada kekayaan khazanah keilmuan yang  tercantum dalam tiap materi ajarnya. Misalnya saja, dalam mempelajari  ilmu Tafsir, para mahasiswa/i jurusan Tafsir seperti saya akan membaca  beberapa mata kuliah yang diktatnya bukan hanya ditulis oleh ulama al Azhar atau dosen kuliah saja seperti Dukturah Azzah Ahmad  Abdurrahman, namun juga mengkonsumsi Maroji’ Ashliyyah yang ditulis  langsung oleh para ulama terdahulu seperti Syekh Zamakhsyari dengan  kitabnya Tafsir al-Kasysyaf, Tafsir al-Thabari oleh Imam Abu Ja’far  Muhammad bin Jarir ath-Thabari dll.

Contoh pengaplikasian pondasi ilmu yang saya tekankan dalam  tulisan ini dapat diimplementasikan ketika kita ingin mengambil takhassus Tafsir. Sebelum lebih dalam ke pembahasan Tafsir, tentunya kita harus  menguasai ilmu-ilmu dasar yang diperlukan dalam mengkaji Tafsir al Qur’an, diantaranya yaitu ilmu Ulum al-Qur’an.

Ada banyak kitab primer Ulum al-Qur’an yang telah disusun oleh  para ulama terdahulu, diantaranya adalah al-Burhan karya Az-Zarkasyi, al Itqan karya as-Suyuthy, Manahilul ‘Irfan karya az-Zarqany dan al-Mabahits  fi Ulumil Quran karya Mana’ al-Qatthan. Kandungan kitab-kitab ini  meliputi tema dan materi dasar yang dijadikan acuan para ulama dalam  mempelajari kandungan Al-Qur’an. Tanpa ilmu-ilmu dasar Al-Qur’an tadi,  maka sangat besar kemungkinan Al-Qur’an dipahami semata-mata dari  teks yang tertulis. Konsekuensinya adalah berbagai teori analisis teks dan  sastra kontemporer dipaksakan sebagai kerangka konsep dalam  membaca dan memahami Al-Qur’an yang bisa jadi simpulan yang  dihasilkan sejalan syariat atau bahkan kontraproduktif dengan syariat. 

Hal ini menunjukkan bahwa materi ajar di al-Azhar menuntut  mahasiswa/i untuk mempunyai ilmu basic atau familiar dengan sebutan ilmu alat atau ilmu wasaail, sesuai jurusan yang digeluti, kemudian  muncul pertanyaan di masing-masing individu: Apakah al-Azhar ranah  yang tepat? Saya rasa itu pertanyaan mendasar agar kita tidak tersesat di lumbung sendiri. Karena mau tidak mau hal tersebut sangat mempengaruhi produktivitas belajar di Mesir ini.

Faktanya, yang sering terabaikan adalah ilmu-ilmu dasar yang  harus dipenuhi sebelum menggeluti ilmu-ilmu al-Azhar. Banyak sekali  fenomena buruk yang biasa kita saksikan, ruang perkuliahan dan majelis majelis talaqqi sepi, berdalih karena tidak faham apa yang disampaikan  oleh para Masyaaikh.

Minimal mahasiswa/i yang datang ke Mesir, sudah mengenal  standar dasar akademik ulum syar’i, ilmu nahwu-sharaf setidaknya. Saat  ini, menurut catatan Konsuler KBRI Kairo, Mahasiswa/i aktif Indonesia di  Mesir kini telah mencapai 12000an orang, jika tidak dibekali dengan  pondasi yang kuat, maka akan terjadi chaos di lumbung sendiri.

Mayoritas mahasiswa/i yang datang, belum memiliki kesiapan  belajar yang matang, pemikiran serta kondisi psikis yang belum stabil.  Belum lagi tekanan yang datang dari lingkungan sekitar maupun diri  sendiri. Hal ini menjadi soal yang rawan untuk memulai pembelajaran di  al-Azhar. Terbukti dengan kurva rasib yang masih melambung tinggi.  Padahal, jika kita sadar akan kekurangan diri, kemudian berusaha untuk merenovasinya, maka tidak ada ceritanya sudah LC tapi belum bisa bacakitab sendiri. Karena tak lain, akademik adalah orientasi utama Masisir. Jika  akademik sudah terarah, maka akan mudah untuk menentukan passion yang lain dalam dinamika kehidupan Masisir.

Kesimpulan

Peta keilmuan atau Kharithatul ‘Ilm adalah panduan yang perlu  digunakan, agar dapat belajar secara komprehensif. Dengan perangkat  ilmu yang lengkap, membantu kita untuk mengetahui manhaj ilmu yang  tepat, memahami tujuan Al-Azhar dan dapat melestarikan serta

berkontribusi untuk Al-Azhar juga ummat kaffatan.




Daftar Pustaka:

1. Afifudin, Muhammad. 2016. Mawaaridul Bayaan fii ‘uluumil  Qur’an. Lisan Arabi.

2. Muhammad at-Tusiyy, Al-gozaliy. 1995. bidayatul hidayah  (permulaan jalan hiadayah). kedah darul aman: khazanah  banjariah.

3. Maharani,Hesthi. 12 Ribu Mahasiswa kuliah Di Mesir. Selasa  19 Jul 2022. Diakses pada 05 Juli 2023. https://internasional.republika.co.id/berita/rf7ynq335/dubes-12-ribu mahasiswa-indonesia-kuliah-di-mesir.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa Makna Sifat Wahdaniyah?

Sifat wahdaniyah merupakan salah satu sifat Salbiyah dari sifat-sifat wajib Allah. Sifat salbiyyah yaitu: هي الصفات التي تنفي عن الله ما لا يليق بذاته تعالى "Sifat-sifat yang menafikan dari Allah segala sifat yang tidak layak pada Dzat-Nya" Maka sifat wahdaniyah adalah sifat yang menafikan at-ta'ddud (berbilang-bilang), baik itu berbilang dalam dzat (at-ta'addud fî ad-dzât), berbilang dalam sifat (at-ta'addud fî ash-shifât) dan berbilang pada perbuatan (at-ta'addud fî al-af'âl). Adapun rinciannya sebagai berikut: 1.        Keesaan Dzat (Wahdah ad-Dzât) , ada dua macam: a.        Nafyu al-Kamm al-Muttashil (menafikan ketersusunan internal) Artinya, bahwa dzat Allah tidak tersusun dari partikel apapun, baik itu jauhar mutahayyiz, 'ardh ataupun jism. Dalil rasional: "Jikalau suatu dzat tersusun dari bagian-bagian, artinya dzat itu membutuhkan kepada dzat yang membentuknya. Sedangkan Allah mustahil membutuhkan pada suatu apapun. Ma

10 Prinsip Dasar Ilmu Mantiq

 كل فن عشرة # الحد والموضوع ثم الثمرة ونسبة وفضله والواضع # والاسم الاستمداد حكم الشارع مسائل والبعض بالبعض اكتفى # ومن درى الجميع حاز الشرفا      Dalam memahami suatu permasalahan, terkadang kita mengalami kekeliruan/salah paham, karena pada tabiatnya akal manusia sangat terbatas dalam berpikir bahkan lemah dalam memahami esensi suatu permasalahan. Karena pola pikir manusia selamanya tidak berada pada jalur kebenaran. Oleh karena itu, manusia membutuhkan seperangkat alat yang bisa menjaga pola pikirnya dari kekeliruan dan kesalahpahaman, serta membantunya dalam mengoperasikan daya pikirnya sebaik mungkin. Alat tersebut dinamakan dengan ilmu Mantiq. Pada kesempatan ini, kami akan mencoba mengulas Mabadi ‘Asyaroh - 10 prinsip dasar -  ilmu Mantiq. A.  Takrif: Definisi Ilmu Mantiq      Ditinjau dari aspek pembahasannya, ilmu Mantiq adalah ilmu yang membahas tentang maklumat – pengetahuan - yang bersifat tashowwuri (deskriptif) dan pengetahuan yang besifat tashdiqi (definit

10 Prinsip Dasar Ilmu Tauhid

A. Al-Hadd: Definisi Ilmu Tauhid Ilmu Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang bisa meneguhkan dan menguatkan keyakinan dalam beragama seorang hamba. Juga bisa dikatakan, ilmu Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang membahas jalan dan metode yang bisa mengantarkan kita kepada keyakinan tersebut, melalui hujjah (argumentasi) untuk mempertahankannya. Dan juga ilmu tentang cara menjawab keraguan-keraguan yang digencarkan oleh musuh-musuh Islam dengan tujuan menghancurkan agama Islam itu sendiri. B. Maudhu’: Objek Pembahasan Ilmu Tauhid Ada beberapa pembahasan yang dijelaskan dalam ilmu ini, mulai dari pembahasan `maujud` (entitas, sesuatu yang ada), `ma’dum` (sesuatu yang tidak ada), sampai pembahasan tentang sesuatu yang bisa menguatkan keyakinan seorang muslim, melalui metode nadzori (rasionalitas) dan metode ilmi (mengetahui esensi ilmu tauhid), serta metode bagaimana caranya kita supaya mampu memberikan argumentasi untuk mempertahankan keyakinan tersebut. Ketika membahas ent

10 Prinsip Dasar Ulumul Quran

A. Ta’rif/Definisi Ulumul Quran      Ulumul Quran merupakan kumpulan masalah dan pembahasan yang berkaitan dengan Alquran.  B. Maudhu’/Objek pembahasan Ulumul Quran        Ulumul Quran adalah satu disiplin ilmu yang fokus membahas masalah-masalah Alquran. Mulai dari pembahasan Nuzulul Quran, penugmpulan ayat-ayat Alquran, urutan ayat, bayanul wujuh (penjelasan tentang peristiwa yang mengiringi turunnya suatu ayat Alquran), Asbabun Nuzul, penjelasan sesuatu yan asing dalam Alquran, dan Daf’us syubuhat (menjawab keraguan yang mempengaruhi  keeksistensian Alquran), Dsb. C.  Tsamroh/Manfaat mempelajari Ulumul Quran Dalam kitab Ta’limul Muta’allim syekh Az-zarnuji mengungkapkan; bahwa setiap usaha pasti membuahkan hasil tersendiri. Adapun hasil dari mempelajari Ulumul Quran adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui peristiwa yang mempengaruhi Al quran dari masa baginda nabi Muhammad SAW. hingga sekarang.  2. Megetahui keraguan-keraguan yang datang dari beberapa arah, ser

10 Prisnsip Dasar Ilmu Nahwu

A.      Takrif: Definisi ilmu Nahwu Dalam pembahasan ini, definisi ilmu Nahwu bisa diketahui dari dua hal: 1.       Secara Etimologi (Bahasa). Lafaz An-nahwu setidaknya memiliki 14 padanan kata. Tapi hanya ada 6 makna yang masyhur di kalangan para pelajar; yakni Al-qoshdu (niat), Al-mitslu (contoh), Al-jihatu (arah tujuan perjalanan), Al-miqdaru (nilai suatu timbangan), Al-qismu (pembagian suatu jumlah bilangan), Al-ba’dhu (sebagaian dari jumlah keseluruhan). النحو Terjemahan Padanan kata Niat النية Contoh المثل Arah الجهة Nilai, Kadar المقدار Bagian القسم Sebagian البعض 2.       Secara Terminologi (istilah). Dalam hal ini Ilmu Nahwu memiliki 3 pengertian:  a) Ilmu Nahwu adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui kondisi yang terletak di akhir suatu kalimat, baik kalimat itu berstatus mu’rob maupun mabni, dan ini adalah