Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2022

Peran Nyata Mahasiswa Berprestasi dan Pembangkitan Kesadaran Kolektif

Kata mahasiswa selalu identik dengan jiwa muda yang membara dan memiliki semangat paripurna. Berbagai inovasi diciptakan dan banyak peluang dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai sarana pengembangan diri, karakter, dan pencarian jati diri. Tak terkecuali mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Dengan segudang kegiatan luar kampus yang hadir melalui berbagai organisasi dan komunitas Indonesia di Mesir, menjadi mahasiswa aktif yang juga berprestasi secara akademik seringkali menjadi sebuah hal yang mustahil. Meski begitu, bukan berarti tidak ada mahasiswa yang telah berusaha menyeimbangkan kehidupan sosial dan akademiknya. Saya sebagai salah satu yang ingin menjadi sosok tersebut dengan mengikuti program Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (SEMA-FU) 2021 ini.  Menjadi mahasiswa berprestasi di Universitas Al-Azhar, bisa berperan nyata seperti apa? Sistem pengajaran di Universitas Al-Azhar yang berorientasi pada  turats  (peninggalan ulama terdahulu) yang

Berselancar Menuju Cita-cita yang Paripurna

Runtuhnya Uni Soviet sebagai gembong blok Komunis menandakan usainya perang dingin yang ‘berkobar’ sejak tahun 1947 hingga Desember 1989. Hasil dari perang yang masif tapi ‘terselubung’ ini adalah kemenangan blok kapitalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Karena kemenangan itulah akhirnya dunia ini seakan dipimpin oleh sistem kapitalisme yang mereka buat. Kapitalisme punya ciri khas perkembangan dan kemajuan. Karena dalam mengejar profit, ia bersifat seperti ‘bunglon’, berubah sesuai kondisi tempat dimana dia berdiri. Ketika ada kritik pada sebuah aspek dalam perusahaan, ia akan menyesuaikan dan memperbaiki kesalahan itu agar profit perusahaan terus berkembang. Misalnya, ketika dahulu kaum Komunis berteriak keras tentang hak buruh yang sangat tidak dipenuhi oleh para pengusaha, akhirnya para pengusaha kini memperbaiki hal-hal itu. Mereka membuat sistem asuransi pegawai, membuat standar upah, memberi tunjangan-tunjangan, dan berbagai cara untuk ‘mengayomi’ buruh-buruh ini. Tentunya s

Haruskah Menjadi Masisir Berpengaruh?

Jujur saja, saat SEMA-FU meluncurkan program Mawapres, saya mengernyitkan dahi keheranan. Masa sih sosok Masisir yang jauh-jauh dari tanah air berangkat ke Mesir dengan segala kesiapannya masih harus dicarikan teladan, apalagi dari sosok Masisir sendiri? Bukankah seharusnya sedari awal mereka telah memahami jalan yang harusnya ditempuh di Mesir? Pun di antara persyaratan mendaftar Mawapres adalah menulis artikel dengan tema “Peranku sebagai Mawapres untuk Masisir”. Lagi-lagi saya dibuat bertanya-tanya. Haruskah saya menjadi Masisir yang berpengaruh (untuk Masisir sendiri)? Bukankah PR saya (dan Masisir umumnya) di Mesir adalah sebanyak-banyaknya menimba ilmu hingga kemudian disyiarkan kepada masyarakat di Indonesia? Sampai kemudian saya merenungkan hal tersebut, mencoba mencari titik terang hingga akhirnya saya tuangkan dalam tulisan ini. Masih tergambar jelas di ingatan saya, bagaimana dahulu saya mentasawwurkan al-Azhar saat masih Aliyah. Sebagai anak yang tumbuh di keluarga sederhan