Pengkodifikasian Hadits yang
dimulai pada abad kedua Hijriah di masa Umar bin Abdul Aziz RA menjadi ruang
bagi musuh-musuh sunnah melancarkan syubhat, bahwa keotentikan hadits Nabi SAW
sudah hilang kemurniannya karena baru ditulis setelah melewati 100 tahun.
Berbagai teori yang seakan-akan
megah dengan metodologi ilmiah yang kuat dibangun oleh para orientalis besar
seperti Ignaz Godziher, Joseph Schacth dan lainnya untuk menguatkan argumen
syubhat ini.
Serangan yang dibangun di atas
kerancauan membedakan antara al-kitābah (penulisan) dan al-tadwīn
(kodifikasi resmi) ini lalu dijawab oleh ulama-ulama hadits kontemporer,
tentunya melalui metodologi yang utuh pula.
Salah satu dari ulama yang
menyumbangkan upayanya untuk mematahkan syubhat ini adalah Prof. Dr. Rif’at
Fauzi Abdul Muttalib melalui penelitiannya yang berjudul, “Penulisan Sunnah di
Masa Nabi dan Sahabat serta Pengaruhnya dalam Memelihara Keotentikan Sunnah”.
Sebagai bukti terkuat dan tervalidnya, beliau mentahkik manuskrip Shahifah Ali
bin Abi Thalib RA dan Shahifah Hammam bin Munabbih, murid Abu Hurairah RA,
sebuah naskah yang ditulis ribuan tahun lalu yang kemudian menjadi pematah jitu
syubhat keterlambatan penulisan Sunnah.
Kiprahnya dalam pengkhidmatan
sunnah dan turats tidak diragukan lagi melalui produk-produk ilmiahnya.
Termasuk studi filologi Kitab Al-Umm Imam Al-Syafi’i dalam 12 jilid. Hingga
kini, beliau masih aktif menulis, menyusun, mensyarh, mengomentari dan menahkik
kitab-kitab yang telah mencapai totalnya 80 Jilid.
Semasa mudanya beliau berguru dari
banyak muhadditsin besar di masa itu, di antaranya Al-Muhaddits Syekh Muhammad
Hafizh Al-Tijani. Tidak heran, sanad keilmuan beliau dikejar oleh penunut ilmu
dari berbagai penjuru dunia, terutama setelah usia beliau kini telah mencapai
78 tahun.
Masa Kecil
Rif'at lahir dan tumbuh di bawah
asuhan seorang ayah yang merupakan Ulama Azhari. Sang ayah juga ingin mengkader
putranya menjadi ulama Azhari sepertinya, maka sejak beliau Rif'at dimasukkan
ke Ma'had Al-Azhar. Pada saat itu, Al-Azhar membatasi penerimaan siswa untuk
anak-anak yang sudah mengahafal Al-Qur'an. Maka ia memulai langkahnya menghafal
dan menuntaskannya di usia 12 tahun, walaupun belum sampai mutqin sebagaimana
hafalan anak-anak sebaya pada umumnya. Bahkan banyak yang menghafal hanya untuk
persyaratan, setelah masuk ke Ma'had mereka melupakan lagi hafalannya.
Namun Allah tancapkan pada Rif'at
kecil kecintaan pada Alquran, sehingga dia terus berusaha mengasah hafalannya,
berbeda dengan teman-temannya yang menikmati waktu bermain di luar jam sekolah.
Berkat sokongan ayahnya yang menyiapkan pembimbing privat, ia bisa menghafal
dengan kuat, yang hingga kini terus ia muraja'ah minimal 5 juz dalam sehari.
Dia menyelesaikan Ibtidiyah Azhar
(Setingkat SMP) Manshurah selama empat tahun. Di tahun pertama, setiap siswa terpisah
untuk diajarkan madzhab tertentu. Ketika harus menentuka madzhab, ada yang unik
dari ayahnya, walaupun sang ayah adalah seorang alim Hanafi dan kebanyaka orang
tua memilihkan mazhab Hanafi untuk anak-anaknya agar mempermudah karier mereka
jika bekerja dalam badan hukum dan fatwa. Pasalnya, di Mesir dan semua
persemakmuran Khilafah Ustmaniyah menetapkan Madzhab Hanafi sebagai mazhab
resmi dan menjadi persyaratan untuk menjadi Qodhi. Berbeda dengan ayahnya, ia
tidak memaksakan kehendaknya pada sang anak. Dia malah mengundikan keempat
mazhab itu, walaupun pada akhirnya hasil yang keluar adalah Hanafi.
Uniknya lagi, banyak yang menduga ia
adalah penganut madzhab Syafi'i melihat khidmatnya pada madzhab ini seperti
mentahkik kitab Al-Umm dan menulis biografi Imam Syafi'I dengan panjang. Tapi
apa yang beliau lakukan ini didorong oleh kecintaannya pada Imam Syafi'I dan
kepada semua imam walaupun sejatinya secara resmi bermadzhab Hanafi.
Pandangannya sendiri terhadap perbedaan-perbedaan
mazhab empat yang ada adalah semuanya benar, karena dilandasi ijtihad. Kendati
berbeda, esensinya dalah sesuai dengan maqashid syariah. Misalnya dalam
pembahasan menyapu kepala dalam wudhu, jika memang Syariat menghendaki batas tertentu
seperti seperempat atau penuh, maka Syariat akan menyebut batasan itu secara
spesifik.
Mengapa Masuk Universitas Kairo
Dahulu pada tahun 1960-an Universitas
Al-Azhar masih terbatas pada opsi Fakultas Syariah, Ushuluddin dan Lughah
Arabiyah dan belum seperti sekarang dengan adanya fakultas-fakultas umum.
Itu menjadikan Universitas Kairo
sebagai anak emas pemerintah menjadi saingan terberat Al-Azhar dan menjadi
universitas favorit yang menjadi dambaan lulusan Tsanawi walaupun harus melalui
penyeleksian ketat. Ini yang membuatnya turut dalam seleksi itu.
Ia juga mengakui, Darul Ulum telah
mengadopsi sistem yang lebih teratur, serta terdapat dosen-dosen lulusan luar
negeri yang menerapkan metode inovatif sehingga mahasiswa banyak mendapatkan
pertukaran tsaqofah. Di antara dosen yang bepengaruh membentuk pola pikir dan
menjadi inspirasinya dalam menjalankan proyek-proyek ilmiah adalah Dr. Ibarahim
Anis, Dr. Ahman Al-Khufi, Dr. Hamid Abdul Qadir, Dr. Mahmud Qosim.
--------
Petugas Piket Wely 22: Kholilurrahaman
Zubaidi
Design: Muhammad Zainuddin &
Lalu Miftahul Azmi
Caption: Muhammad Zainuddin
Red: Hamidatul Hasanah, dkk
DP SEMA-FU 2017/18
Komentar