Oleh: Rifqi Taqiyuddin (Mahasiswa Al-Azhar Fakultas Ushuluddin)
Pendahuluan
Sudah lazim dan jamak diketahui, mahasiswa sebagai kaum
terpelajar selalu disebut sebagai agen perubahan. Dengan gagasan, ilmu, dan
pengetahuan yang sudah didapatkan di jenjang perkuliahan, masyarakat sangat
menaruh asa dan harapan kepada para mahasiswa agar mampu membawa perubahan.
Terlebih bagi mahasiswa Timur Tengah yang mempelajari ilmu keislaman,
masyarakat Indonesia cenderung berekspektasi lebih tinggi akan keberhasilan
mereka dalam mengarahkan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam ke
arah yang lebih cemerlang.
Penulis pun selaku bagian dari mahasiswa Timur Tengah, yang
mana dalam hal ini adalah mahasiswa Universitas Al Azhar merasakan tekanan
tersebut. Walaupun memang tidak ada data resmi dan pasti mengenai persepsi umum
masyarakat mengenai harapan mereka kepada alumni Timur Tengah yang belajar
Islam, penulis meyakini bahwa memang stigma serta persepsi utama yang berlaku
di tengah masyarakat Indonesia pada umumnya adalah mengharapkan para alumnus
Timur Tengah menjadi dai dan pemuka agama yang mendakwahkan Islam di
tengah-tengah masyarakat. Hal ini pun penulis kira dirasakan juga oleh
kawan-kawan Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) lainnya.
Harus diakui bersama, suka tidak suka, mau tidak mau,
begitulah fakta dan realita yang terjadi di lapangan. Meskipun tentu tidak ada
kewajiban dan keharusan untuk memenuhi ekspektasi dan harapan dari masyarakat,
namun tentu sebenarnya bagaimanapun nanti profesi dan aktivitas yang akan
dijalani pasca lulus dari Al Azhar, dakwah merubah masyarakat memang sudah
menjadi suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim, terlebih bagi
Masisir yang sudah belajar banyak ilmu keislaman. Bahkan sebenarnya, di era
digital yang menjadikan akses informasi terbuka dengan lebar dan berjalan
sangat cepat, menjadikan Masisir dapat langsung bergabung mewarnai dinamika
dakwah di Indonesia dengan menggunakan berbagai platform media sosial meskipun
masih menetap di Mesir. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah dengan melakukan
aktivitas dakwah digital.
Pengertian Dakwah dan Dakwah Digital
Dalam kamus Al
Munawwir, dakwah secara etimologi berasal dari kata “da’wah” yang berarti panggilan, seruan atau ajakan dan berarti
juga sebagai penuntutan serta doa. Bentuknya dalam bahasa Arab disebut sebagai mashdâr.[1] Sedang
kata kerjanya atau dalam bahasa Arab disebut fi’îl yakni da’â. yad’û
da’watan yang berarti mengajak, menyeru atau memanggil. Orang yang
melaksanakan kegiatan dakwah disebut dai dan yang menerimanya disebut mad’û.
Sedangkan menurut terminologi, para peneliti bidang dakwah
Islam belum bersepakat atas makna dakwah secara istilah. Karena itu terdapat
banyak pandangan dari para ulama mengenai pembahasan tersebut. Hanya saja salah
satu definisi yang cukup dikenal adalah apa yang dikemukakan oleh Ali Makhfuz.
Dalam bukunya Hidayat al Mursyidin,
dakwah didefinisikan sebagai mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan
menuruti petunjuk, menyeru mereka berbuat kebajikan dan melarang mereka dari
perbuatan mungkar, serta agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.[2]
Berdasarkan pengertian dakwah secara bahasa dan istilah
yang sudah dikemukakan secara singkat di atas, menjadi sangat jelas bahwa
dakwah pada intinya adalah usaha dalam mengajak, memberi nasehat dan
mengarahkan manusia agar mengikuti islam, mengajarkannya dan
mengimplementasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun digital, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), didefinisikan sebagai "berhubungan dengan angka-angka untuk
menunjukkan informasi atau sistem perhitungan tertentu" dan
"berkaitan dengan atau menggunakan komputer atau internet". Dari sini
secara sederhana digital dapat diartikan sebagai segala hal yang berhubungan
dengan penggunaan teknologi elektronik.
Dari kedua definisi antara dakwah dan digital, maka di sini
dakwah digital dapat diartikan sebagai mengajak dan mengarahkan manusia agar
mengikuti Islam dengan memanfaatkan media digital, khususnya website dan aplikasi. Nantinya, konten
dakwah yang disebarkan bisa berupa teks atau tulisan, gambar, audio, video,
animasi, dan infografis sesuai dengan jenisjenis kontennya. Karena itulah,
dakwah digital bisa dilakukan melalui blogging,
podcasting, dan vlogging atau berupa website,
podcast, dan video.[3]
Baca Juga: Rayakan HUT Sema FU yang ke-22: Mahasiswa Fakultas Ushuluddin yang Berintelegensi
Kebutuhan Masyarakat Era Digital Terhadap Dakwah
Pada dasarnya, dakwah merupakan suatu kebutuhan mutlak bagi
setiap manusia. Melalui dakwah, kehidupan manusia akan senantiasa dibimbing
agar sejalan dengan prinsip Islam. Secara umum, kebutuhan manusia terhadap
dakwah berangkat dari tiga pijakan teologis, yaitu ketundukan dan kepasrahan
manusia pada kehendak Allah, konsolidasi status kemanusiaan, dan kerapuhan
batin manusia.
Tak terkecuali masyarakat di era digital, walaupun mereka
telah dikenal sebagai generasi yang maju dan tercerahkan dengan pesatnya
teknologi, kebutuhan terhadap pencerahan spiritual dan moral agama melalui
dakwah tetaplah besar. Hal ini dikarenakan aspek postif dan negative akan
selalu mengiringi pergerakan ilmiah dan teknologi. Sebagian masyarakat
menunjukkan kesiapan menerima dan memanfaatkan kemajuan teknologi dengan baik
dan positif, sebagian lain ada yang gagap karena tidak mengikuti perkembangan zaman
dengan bekal keilmuan, wawasan, mental dan iman yang baik. Maka disini
dibutuhkan penyesuaian atau adaptasi agama dengan masyarakat dan sebaliknya.[4]
Mengingat besarnya kebutuhan masyarakat akan dakwah, hal
ini tentu membutuhkan perhatian lebih bagi siapa saja yang akan terjun
menyampaikan dakwah ke tengah-tengah masyarakat. Masisir sebagai salah satu
elemen yang nanti akan hadir mewarnai dan menyongsong dinamika dakwah di
Nusantara pasca lulus dari Azhar, dituntut untuk mampu beradaptasi dengan
karakter dan sifat masyarakat di era digital yang berbeda dengan era
sebelumnya.
Bahkan, sejatinya dakwah kepada masyarakat Indonesia
tersebut kini tidak mesti menunggu Masisir lulus dan pulang ke Indonesia. Akan
tetapi dapat dilakukan sejak saat ini dengan memanfaatkan akses dan arus
informasi yang begitu cepat dengan kehadiran konektivitas internet yang mampu
menghubungkan manusia dimanapun ia berada. Dalam hal ini tentu lagilagi dapat
dilakukan dengan aktivitas dakwah digital.
Strategi Dakwah Digital bagi Mahasiswa Al Azhar
Strategi sebagaimana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) salah satu maknanya adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk
mencapai sasaran khusus. Dalam hal ini kaitannya dengan dakwah digital, penulis
sudah memberikan beberapa saran strategi yang dapat diterapkan oleh Masisir
dalam terjun melakukan aktivitas dakwah digital ke tengahtengah masyarakat
Indonesia. Strategi tersebut antara lain adalah
1. Memahami dan mempelajari
tren yang sedang hangat di tengah masyarakat dengan cara rutin mengikuti
perkembangan dan dinamika yang terjadi di Indonesia.
2. Menyiapkan konten-konten
sesuai dengan ajaran Islam yang sudah diajarkan oleh para guru di Jami’ dan Jami’ah Al Azhar.
3. Mempelajari algoritma dan
pola FYP dalam platform media sosial
yang akan diisi konten dakwah di sana.
4. Menggunakan pola ATM
(ambil, tiru, dan modifikasi) dalam berdakwah dengan mengikuti dan mempelajari
akun-akun dakwah yang sudah tenar di berbagai platform media sosial.
5. Mengajak sesama teman
Masisir agar melakukan dakwah digital secara bersama-sama agar tidak merasa
lelah sendiri.
6. Melatih dan mempelajari
skill penunggang dakwah digital seperti editing,
copywriting, dan semisalnya dengan
cara mengikuti course atau sekedar
belajar dari video-video pembelajaran yang banyak di Youtube.
7. Jika konten dakwah
digitalnya berbentuk video narasi yang menampilkan diri sendiri, maka
dibutuhkan strategi membangun personal branding terlebih dahulu; adapun jika
kontennya dalam bentuk video animasi dan semisalnya, maka dibutuhkan skill editing video terlebih dahulu.
8. Berdoa dan niat yang ikhlas
agar dakwah digital yang dilakukan semata-mata bukan untuk ketenaran, melainkan
sebagai bentuk tanggung jawab atas kewajiban dakwah yang sudah Allah tetapkan.
Selain strategi bagi setiap individu Masisir yang akan
terjun dalam dunia dakwah digital, penulis pun ingin memberikan saran bagi
pemangku kebijakan dalam hal ini adalah Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia
(PPMI) Mesir terkait dakwah digital. Di antara saran penulis tersebut antara
lain adalah:
1. Men-support para content creator dakwah
digital agar semakin maju dan berkembang dengan berbagai cara seperti
mengadakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan dakwah digital.
2. Menginisiasi atau mendorong
para content creator yang sudah ada
untuk membentuk semacam himpunan atau ikatan Masisir yang sudah terjun dalam
dunia dakwah digital.
3. Memaksimalkan platform media sosial PPMI seperti
Youtube dan website-nya sebagai
bagian dari dakwah digital PPMI dalam rangka menyebarkan nilai-nilai Azhar ke
tengahtengah masyarakat Indonesia. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat dunia
maya di Indonesia mengetahui eksistensi dan keberadaan mahasiswa Al Azhar
sebagai salah satu bagian penebar kebaikan yang menyeru kepada Islam.
Kesimpulan
Masisir dalam hal ini mahasiswa Al Azhar —sebagai pelajar
yang mempelajari ilmu keislaman dengang matang dan langsung dari kiblat ilmu
dunia— mau tidak mau, suka tidak suka, harus mempertanggungjawabkan ilmu yang
dimilikinya dengan cara mendakwahkannya ke tengahtengah masyarakat Indonesia.
Berbeda dengan mahasiswa Al Azhar era dulu yang baru bisa
menyebarkan ilmu yang dimilikinya pasca lulus dan pulang ke kampung halaman, di
era digital ini Masisir dapat langsung menyebarkan ilmunya dengan memanfaatkan
akses internet dan media sosial yang ada. Dalam hal ini Masisir nantinya akan
melakukan aktivitas dakwah digital.
Dakwah digital saat ini merupakan metode dakwah yang paling
potensial dan realistis untuk dilakukan oleh Masisir. Dengan 167 juta pengguna
media sosial di Indonesia[5],
menjadikan hal apapun dapat tersebar luas ke tengah-tengah masyarakat. Terlebih
Indonesia sebagai negara mayoritas muslim, sudah seharusnya konten-konten
islami lah yang tersebar di media sosial agar menjadikan masyarakat semakin
dekat dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Namun tentu sebelum terjun ke dalam dunia dakwah digital,
dibutuhkan strategi dan cara yang tepat agar tujuan utama dakwah dalam hal ini
mengajak masyarakat agar lebih taat kepada Allah tercapai dengan baik. Karena
itu, di sini penulis sudah menjabarkan mengenai peluang dan tantangan dakwah
digital bagi Masisir, serta bagaimana strategi pelaksanaannya.
Demikian sekelumit uraian yang dapat penulis sajikan dalam
esai yang bertema: Strategi Dakwah Digital Mahasiswa Al Azhar Dalam Membawa
Perubahan Masyarakat di Era Digital.
Esai ini ditulis dengan harapan dapat memberi manfaat dan insight baru bagi segenap Masisir
mengenai dakwah digital. Selain itu tentu saja untuk mengharapkan ridha Allah.
Daftar Pustaka
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Warson Munawir, Kamus al-Munawwir, hlm. 439.
Wibowo, A.
( ). Profesionalisme Dai di Era
Society 5.0: Mengulas Profil dan Strategi Pengembangan Dakwah. Wardah, 22(1), 1-13.
Husen, Fathurrohman and Yuliar, Ade and Mahardika, Mei
Candra and Zuhriya, Rhesa and Zulhazmi, Abraham Zakky (2021) Menilik Tantangan Dakwah di Era Society 5.0.
In: Dakwah dan Komunikasi di Era Digital. EFUDEPRESS.
Putri,
P. (2022). TRANSISI DAKWAH DI ERA SOCIETY
5.0 BERBASIS IMMERSIVE.
DiJITAC:
Digital Journal of Information Technology and Communication, 3(1), 1-11.
Syech Ali Mahfuz, Hidayatul Mursyidin, (Mesir : Maktabah Tarbiyah, 1936), hal.17
Yunihardi.
(2022). Dakwah Islam Di Era Masyarakat
5.0: Peluang Dan Tantangan . Al-Qaul:
Jurnal Dakwah Dan Komunikasi, 1(1), 29-45.
https://www.risalahislam.com/2022/08/pengertian-dakwah-digital.html
https://dataindonesia.id/internet/detail/pengguna-media-sosial-di-indonesia-sebanyak-167-jutapada-2023
[1] Warson Munawir, Kamus
al-Munawwir, hlm. 439.
[2] Syech Ali Mahfuz,
Hidayatul Mursyidin, (Mesir : Makktabah Tarbiyah, 1936), h.17
[3]
https://www.risalahislam.com/2022/08/pengertian-dakwah-digital.html, diakses pada 18 November 2023
[4] Yunihardi. (2022). Dakwah
Islam Di Era Masyarakat 5.0: Peluang Dan Tantangan . Al-Qaul: Jurnal Dakwah Dan
Komunikasi, 1(1), 29-45.
[5] https://dataindonesia.id/internet/detail/pengguna-media-sosial-di-indonesia-sebanyak-167-juta-pada-2023, diakses pada 18 November 2023
Komentar