Sabtu, 17 November 2018 M bertepatan dengan 10 Rabi’ul Awal 1440 H Fakultas Ushuluddin sukses menyelenggarakan seminar ilmiah dengan menghadirkan dua narasumber guru besar akidah dan filsafat, Dr. Thaha al Dasuqi Hubaisyi dan Dr. Jamal ‘Afifi, yang bertemakan ‘Maulid Nabi Muhammad SAW’ Acara ini dihadiri oleh wakil fakultas, Dr. Thaha Abdul Khaliq, Pimpinan Jaudah, Dr. Abdul Majdi, beberapa guru besar Fakultas Ushuluddin dan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dari tingkat 1 sampai 4.
Acara ini dibuka dengan pembacaan ayat suci al-quran, dilanjutkan kata sambutan dari Dr. Majdi dan sambutan dari Dr. Thaha Abdul Khaliq. Kemudian acara sepenuhnya diberikan kepada kedua narasumber.
Dr. Jamal ‘Afifi memulai seminar ini dengan bahasa yang sangat mudah dipahami, berikut ringkasan dari uraian beliau:
Banyak hal yang bisa dibahas untuk mengingat betapa mulianya baginda Rasulullah SAW, dan beliau mencukupkan pembahasannya tentang fakta bahwa Rasul memang diutus untuk seluruh dunia, bukan untuk negeri Arab saja. Beliau juga membuatnya lebih spesifik, yaitu fakta bahwa zaman ketika itu sangat membutuhkan seseorang untuk mengubah seluruh dunia.
Beberapa kondisi yang bisa kita lihat ialah kondisi politik dan kondisi sosial sebelum diutusnya Rasul. Kondisi politik dunia ketika itu dikuasai oleh Romawi dan Persia yang sangat tangguh dalam persenjataan, maka peperangan pun tersebar di seluruh dunia. Dalam kondisi sosial, dunia juga sangat memprihatinkan, raja dan para bangsawan semena-mena memperlakukan budak mereka, budak hanya akan merasakan kehinaan dan kemiskinan yang tak berperi kemanusiaan. Perempuan ketika masa itu sangat tidak dihormati, bagi mereka adanya perempuan dalam kehidupan hanyalah suatu aib, oleh karena itu, mereka menghalalkan mengubur bayi perempuannya hidup-hidup. Hal tersebut membuat kita tidak terkejut akan kondisi agama mereka yang tak lebih hanya khurafat semata.
Semuanya berubah ketika Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT menjadi Rasul. Dalam kondisi politik, tidak ada perbedaan antara bangsa Arab, Persia, Romawi dan Eropa kecuali dengan takwa, maka jelaslah, Islam membawa perdamaian bukan peperangan. Dalam kondisi sosial, perempuan memiliki hak dalam kehidupan bahkan Islam sangat menghormati perempuan. raja, bangsawan dan para budak juga memiliki derajat yang sama, karena perbedaan mereka hanya dalam takwa dan semuanya mampu meraih dan meningkatkan ketakwaan masing-masing. Semua ini terjadi tidak lain karena pondasi Islam sendiri, yaitu mengesakan Allah SWT. Barang siapa yang memiliki keyakinan paling kuat, mereka lah yang mampu meraih ketakwaan tersebut.
Demikianlah yang disampaikan oleh guru kita Dr. Jamal ‘Afifi yang menjadi dasar pemahaman seminar ilmiah kali ini. Dan acara yang ditunggu-tunggu pun akhirnya datang, sang guru yang sudah sangat diakui keluasan dan kedalaman ilmunya mulai menggenggam mikrofon sederhana, dan para Mahasiswa mulai serius dalam mendengar seminar ini.
Beliau membeberkan satu metode, yang dengannya kita akan memahami betapa pentingnya peran Rasulullah SAW di dunia ini. Metode tersebut ialah cara manusia mendapatkan sesuatu dari zaman Nabi Adam AS. sampai hari akhir tiba.
”Manusia mendapatkan sesuatu melalui dua langkah yang sangat dekat maknanya. Langkah yang pertama, manusia akan mendapatkan sesuatu yang bermula dari panca indra dan diakhiri oleh akal. Dan langkah yang kedua, manusia akan mendapatkan sesuatu yang bermula dari pengalaman dan pengaruh, dan akan diakhiri dengan perasaan. Dalam langkah pertama manusia akan mendapatkan hasil berupa pengetahuan. Dan dalam langkah kedua manusia akan mendapatkan hasil berupa reaksi atau dalam bahasa arabnya lebih dikenal dengan infi’al atau raddu al fi’li,” papar beliau.
“Kita juga boleh saling bertanya, apakah ada hadits yang bermakna, hadiah menghadiahilah kalian, niscaya akan sah shalat kalian?, jawabannya pasti tidak. Hadits yang kita dengar ialah yang bermakna, hadiah menghadiahilah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai. Maka terbukti lah pengalaman yang menghasilkan reaksi tidak berhak dihukumi namun hanya akan menghasilkan reaksi. Maka, kembali kita bertanya, apakah memperingati maulid Nabi bagian dari rukun shalat atau haji ? maka kita sepakat menjawab tidak. Dan yang kita alami ialah memperingati maulid Nabi adalah bagian dari pengalaman yang nantinya akan menghasilkan sebuah reaksi yaitu kecintaan kepada Nabi Muhammad Saw. Bahkan Rasul sendiri telah mencontohkannya dengan memerintahkan kita untuk berpuasa asyura, tiada lain dan tidak bukan adalah untuk terus menambah kecintaan kita akan hari itu, yaitu hari dimana Nabi Musa As. diselamatkan Allah dari kekejaman Fir’aun,” imbuh beliau.
Acara pun ditutup dengan meriahnya suara tepuk tangan dari para hadirin yang sangat puas mendapatkan ilmu yang luar biasa dari seminar tersebut. Wallahu a’lam bishshawab.
Komentar