Atase Pendidikan
dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Kairo, bekerja sama dengan Forum Senat Mahasiswa
(Forsema) berhasil mengadakan dialog dengan Prof. Dr. Hussein al-Mihrashawi,
Rektor Universitas al-Azhar. Bertempat di Auditorium Grand Syekh Abdul Halim
Mahmud, dialog tersebut berlangsung khidmat dan menarik antusias 153 hadirin.
Sebagaimana
dilansir oleh laman resmi Maktab Ri’âyah al-Thullâb al-Wâfidîn Jâmi’at
al-Azhar, rektor universitas sedang mengajak para ketua senat mahasiswa
pendatang dari berbagai negara untuk membuka dialog tentang kebijakan baru yang
ditetapkan sejak sebulan lalu. Walhasil, atas darurat sosialisasi kebijakan
penting tersebut, dialog berhasil dibuka pada 11.31 WLK pada Kamis, 5 Juli lalu
dengan tajuk al-Qarârât al-Jadîdah bi Jâmi’at al-Azhar al-Syarîf
al-Mukhasshashah bi al-Thalabah al-Wâfidîn
Dialog kali ini
dikhususkan bagi pelajar pendatang dari Indonesia. Menurut rektor, acara
semacam ini tidak bisa dibuka secara umum, bercampur dari berbagai negara,
sebab permasalahan yang dihadapi tiap mahasiswa dari setiap negara tentu
berbeda. Sehingga, dialog semacam ini nantinya akan dilakukan secara bergilir. Demikian
pula, diharapkan dengan sosisalisasi, kebijakan baru tersebut segera diketahui
oleh segenap mahasiswa supaya lebih waspada dan tekun dalam mengikuti kegiatan
perkuliahan.
Turut hadir di
tengah-tengah hadirin, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo, Dr. Usman
Syihab; Prof. Dr. Hussein al-Mihrashawi selaku Rektor Universitas al-Azhar;
Prof. Dr. Youssef Amer, Wakil Rektor Universitas al-Azhar Bidang Akademik dan
Kemahasiswaan; Prof. Dr. Abdul Fattah Abdul Ghani al-Awwari, Dekan Fakultas
Ushuluddin; Prof. Dr. Adil Abdel ‘Aal el-Kharrasyi, Dekan Fakultas Syariah dan
Kanun; Prof. Dr. Abdullah Muhyiddin Azb, Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin serta
wakil dekan Fakultas Bahasa Arab.
Setelah dibuka
dengan basmalah pada pukul 11.31 WLK, disusul dengan tilawah al-Quran, acara
langsung beralih ke sesi dialog. Dimoderatori oleh Dr. Usman Syihab, Atdikbud
KBRI Kairo, rektor memberi pengantar tentang beberapa hal terkait kebijakan
baru tersebut. Salah satunya, bahwa
dialog semacam ini sangat beliau nanti. Beliau sangat senang menerima undangan
sebagai keynote speaker dengan kepercayaan bahwa mengetahui problematika
dan pertanyaan-pertanyaan seputar kebijakan lama maupun baru dirasa sangat perlu.
Beliau menyebut
betapa dalamnya perhatian Grand Syekh al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad Thayyib
terhadap mahasiswa pendatang yang jauh di atas perkiraan. Beliau selalu
bertaanya-tanya apa sebabnya. Hingga, beberapa waktu kemudian beliau beserta
rombingan mendapati penghormatan yang luar biasa saat menemani kunjungan Grand
Syekh ke beberapa negara di kawasan Asia Tenggara termasuk Indonesia. Grand
Syekh bertanya, “Apakah risalah itu telah sampai?” Sang rektor menjawab,
“Iya.” Grand Syekh melanjutkan, “Kau telah melihat, jika perhatian
itu hanya ditujukan bagi mahasiswa pribumi, maka risalah al-Azhar hanya akan
bersifat lokal. Namun, jika perhatian tersebut juga ditujukan pada mahasiswa
pendatang, maka risalah al-Azhar akan bersifat internasional,”
Di antara kebijakan
baru ialah pemisahan kelas mahasiswa pribumi dan pendatang. Hal ini ditetapkan
dengan mempertimbangkan beberapa mahasiswa yang kesulitan memahami mata kuliah.
Maklum, tidak semua dosen menggunakan bahasa Arab fusha sebagai pengantar
kuliah. Sehingga, pemisahan ini diharapkan mampu membantu mahasiswa memahami
mata kuliah yang nantinya meningkatkan persentase kenaikan tingkat di setiap
tahunnya. Kebijakan ini baru diberlakukan bagi banin saja.
Termasuk kebijakan
baru pula, pengumuman hasil ujian yang dirilis persemester. Para mahasiswa
tidak lagi harus menunggu di akhir tahun untuk mengetahui hasil belajar selama
satu tahun itu. Hal ini sangat mambantu meningkatkan angka kenaikan tingkat.
Sebab ketika seorang mahasiswa mengetahui ada mata kuliah yang rasib di
semester awal, ia akan lebih waspada dan berupaya keras supaya tidak terjadi
kejadian serupa. Dalam hal ini, Prof. Mihrashawi menyebutkan satu kaidah
terpenting yang mesti dipahami oleh mahasiswa: “Para
dosen di sini tidak bisa meluluskan, tidak pula merasibkan mahasiswanya. Yang
bisa meluluskan dan merasibkan mahasiswa ialah diri mereka sendiri. Mereka
merupakan yang pokok. Dan apa kuncinya? Ialah dengan berkomitmen untuk
menghadiri setiap perkuliahan secara konsisten,”
tandas beliau.
Selanjutnya,
dilakukannya analisis terhadap tingkat keberhasilan mata kuliah di tiap jurusan
dari setiap fakultas. Bersama Grand Syekh, para dosen mampu mengetahui mata
kuliah yang rendah tingkat keberhasilan mahasiswanya. Namun, setelah ditelaah
secara mendalam, mereka mendapati bahwa mahasiswa yang rasib pada mata kuliah
tersebeut ialah mereka yang jarang masuk ke ruang kelas. Dari sinilah, para
mahasiswa mesti mengetahui kebijakan yang berlaku supaya mengerti kapan mereka
berhak dinaikkan nilainya, kapan mereka mendapatkan ampunan dari dosen pengampu
(rafa’, ra’fah). “Terkadang, seseorang merasa dizalimi sebab ia
sendiri yang tidak mengerti ketentuan mainnya,” kata rektor.
Memasuki sesi
dialog, banyak pertanyaan yang dilontarkan kepada rektor secara langsung. Di
antaranya, ketentuan izin tinggal yang hanya tiga bulan bagi calon mahasiswa
pascasarjana (murassyih), ujian akhir semester yang dilaksanakan
pada bulan Ramadan, mengapa ketika ujian mahasiswa diharuskan memiliki izin
tinggal, serta ketentuan program pascasarjana bagi mereka yang strata satu di
Indonesia.
Terkait tiga hal
pertama, hal itu merupakan kebijakan pemerintah, bukan dari universitas. Sebab,
jika hal tersebut tidak dipenuhi, maka kegiatan perkuliahan yang berlangsung
tidak lagi berpayung hukum (tidak syar’i). Termasuk bahwa, kurikulum yang
tercantum mengharuskan 14 minggu kegiatan perkuliahan yang kebetulan sering
kali berakhir di bulan Ramadan. Jika kurang atau lebih, artinya kegiatan
perkuliahan tersebut tidak lagi berlandaskan hukum. Kebijakan ini berlaku bagi
seluruh universitas di seantero Mesir. Sedangkan bagi mereka yang strata di
Indonesia dan ingin melanjutkan pascasarjana di al-Azhar, mereka kudu mengikuti
program persamaan (mu’âdalah), atau diuji dengan beberapa materi terkait
terlebih dahulu.
Ada juga terkait
keringanan waktu kuliah bagi mereka yang sakit atau melahirkan. Dalam hal ini,
mahasiswi terkait harus melapor ke kantor urusan administrasi (syu’ûn)
agar diizinkan untuk mengambil cuti. Sebab jika tidak, apapun yang terjadi
pihak universitas tidak menerima apologi (i’tidzâr) jika terjadi suatu
hal yang tidak diinginkan.
Yang menjadi
sorotan khusus ialah kebijakan terbaru mengenai drop out mahasiswa.
Dahulu, kesempatan rasib bagi mahasiswa pendatang sebanyak tiga kali, dan
mahasiswa pribumi hanya dua kali. Namun, setelah beberapa waktu, didapati bahwa
kebanyakan dari mereka justru merasa mempunyai kesempatan, sehingga tidak
menyegerakan untuk naik ke tingkat selanjutnya, merasa santai dan tidak apa.
Akhirnya, tahun ini ditentukan bahwa baik mahasiswa pribumi maupun pendatang,
kesempatan rasib mereka hanya dua kali. Sehingga, misalnya, bagi mereka yang
masuk di tingkat satu pada tahun ajaran 16/17 dan 17/18, kebijakan ini akan
diberlakukan pada tahun ini. “Optimislah terhadap kebaikan, niscaya kau akan
mendapatkannya,” pesan rektor saat mendapati banyaknya pertanyaan yang
mengarah pada satu hal tersebut.
Untuk diketahui,
sebagaimana dilaporkan oleh Atdikbud KBRI Kairo, Dr. Usman Syihab bahwa ada lebih dari 5000 pelajar Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di
Mesir pada semua jenjang. Dari jumlah tersebut, persentase kelulusan mahasiswa
pada jenjang strata satu sejak tiga tahun belakangan ini hanya berkisar pada
56-60 %, dan persentase kegagalan naik tingkat (rasib) masih cukup tinggi.
Sedangkan bagi jenjang magister, pada tahun lalu al-Azhar berhasil mencetak 15
mahasiswa pascasarjana dari Indonesia. “... saya berharap, persentase
kenaikan tingkat bisa 100 %,” rektor menanggapi laporan tersebut. “Bahwa
setiap mahasiswa ialah utusan bagi negaranya. Karenanya, mereka harus menjadi
yang terbaik,” pesan sang rektor.
Prof. Dr
al-Mihrashawi juga melaporkan bahwa ada lebih dari 100 negara yang mengirim
mahasiswanya untuk belajar di al-Azhar. Beliau mengatakan bahwa jumlah pelajar
pendatang pada masing-masing jenjang tercatat lebih dari 10.000 pelajar tingkat
sebelum universitas, lebih dari 20.000 mahasiswa jenjang strata satu dan
sekitar 1.800 mahasiswa program pascasarjana Sehingga secara keseluruhan,
tercatat ada lebih dari 33.000 pelajar pendatang di lembaga pendidikan al-Azhar
pada semua jenjang dan spesialisasi jurusan.
Acara ditutup
dengan sesi foto bersama rektor, para dekan dan dosen serta para ketua senat
mahasiswa masing-masing dari Fakultas Ushuluddin, Syariah wal Qanun, Dirasat
Islamiyah dan Bahasa Arab pada pukul 13.08 WLK.
Rep: Hamidatul Hasanah
Komentar